Ibnu Qudamah Al-Maqdisy :
“Sesungguhnya pernah terbetik dalam pikiranku untuk mempermisalkan dunia dan
para penghuninya dengan para penumpang di sebuah bahtera yang terdampar di
sebuah pulau disebabkan angin lautan yang sangat kencang menghantam mereka. Pulau
itu sendiri adalah tambang segala permata dan batu mulia; yaqut, zamrud,
zabarjah, mutiara, intan dan emas serta bebatuan indah lainnya dan tanaman yang
beraroma harum semerbak.
Di pulau itu juga terdapat
sungai-sungai yang mengalir dan aneka taman. Akan tetapi, di sana juga ada
sebuah wilayah yang hanya menjadi kekuasaan seorang raja. Tempat itu
dikelilingi dan dibatasi oleh pagar dan tembok yang melindungi perbendaharaan
kekayaan sang raja beserta semua keluarga dan budak-budaknya.
Maka tatkala para penumpang
bahtera itu turun di pulau itu, kepada mereka diumumkan : “Kalian akan tinggal
di pulau ini hanya dalam sehari semalam. Karenanya gunakanlah waktu kalian yang
amat singkat ini untuk sedapat-dapatnya mengumpulkan mutiara-mutiara berharga
yang bertebaran...”
Orang-orang yang memiliki
cita-cita tinggi dan tekad yang kuat pun segera memilih dan mengambil
mutiara-mutiara berharga yang dimaksud untuk kemudian menyimpannya dalam
lemari-lemari penyimpanan mereka dalam bahtera itu. Mereka bersungguh-sungguh
dan serius dalam bekerja. Bila keletihan menyerang mereka, mereka akan segera
mengingat betapa berharganya nilai mutiara-mutiara yang telah mereka dapatkan.
Mereka juga segera menguatkan hati mereka dengan mengingat betapa singkatnya
waktu yang disediakan buat mereka untuk tinggal di pulau itu, dan bahwa mereka
sesaat lagi akan pergi meninggalkannya...
Mereka sadar betul bahwa saat
waktu untuk pergi itu tiba, tidak ada lagi kesempatan untuk menambah perbekalan
mereka. Bila mereka mengingat itu semua, mereka tidak ingin lagi beristirahat.
Mereka meninggalkan segala kesenangan, lalu melanjutkan kesungguhan dan
pekerjaan mereka. Bila rasa kantuk mulai menyerang mereka, mereka kembali
mengingat itu semua hingga kenikmatan tidur itupun sirna... keletihannya
pergi...
Adapun sekelompok penumpang yang
lain, mereka mengumpulkan beberapa mutiara saja lalu beristirahat dan tidur
bila waktu rehat dan tidur tiba.
Sedangkan penumpang yang lainnya
sama sekali tidak menyentuh mutiara-mutiara itu sedikitpun. Mereka lebih
memilih untuk tidur, bersenang-senang dan berleha-leha. Diantara mereka ada
yang memilih membangun rumah, istana dan bangunan yang megah. Ada pula yang
sekedarnya saja mengumpulkan bejana dan batuan tak bernilai. Ada pula yang
bermain-main dan mendengarkan perkataan dusta. Mereka benar-benar hanya
menyibukkan diri mereka dengan menikmati kelezatan-kelezatan, mendengarkan
hikayat-hikayat sserta alunan musik yang membuai. Bagi mereka, “biji padi yang
dapat dituai hari ini lebih baik daripada permata yang dijanjikan kelak.”
Jenis penumpang ketiga ini mulai
melirik wilayah kekuasaan sang raja. Mereka mengitarinya. Namun tidak ada pintu
yang mengantarkan mereka masuk kesana. Mereka pun mulai membuat celah dan masuk
secara paksa ke dalam wilayah itu. Mereka membuka (khazanah) simpanan kekayaan
sang raja, menghancurkan pintu-pintunya, merampas apa saja yang ada disitu dan
berbuat tidak senonoh terhadap budak dan anak-anak sang raja. Mereka mengira,
“kami tidak punya tempat tinggal lain selain tempat ini.”
Dan mereka terus saja berbuat
seperti itu hingga masa sehari semalam itu habis...
Hingga akhirnya...
Lonceng tanda keberangkatan pun
dibunyikan. Panggilan untuk para penumpang pun dikumandangkan agar mereka
bergegas. Bergegas menaiki behtera lalu pergi meninggalkan pulau itu...
Mereka yang telah mengumpulkan
begitu banyak mutiara dan menyimpannya menyambut panggilan itu dengan suka
cita. Dengan gembira mereka membawa semua hasil kerja mereka selama di pulau
itu. Mereka sama sekali tidak bersedih, kecuali karena tidak bisa lagi
mengumpulkan permata dan intan yang lebih banyak lagi.
Sedangkan kelompok penumpang yang
kedua, kesedihan mereka semakin bertambah sebab mereka tidak sungguh-sungguh
mengumpulkan permata-permata berharga itu. Begitu banyak kelalaian mereka. Sementara
bekal yang terbawa hanya sedikit. Semakin sedihlah mereka karena mereka akan
meninggalkan rumah yang telah mereka bangun... dan mereka tidak lagi punya
waktu untuk mengumpulkan bekal lebih banyak lagi.
Yang paling celaka adalah
kelompok penumpang yang ketiga. Musibah mereka jauh lebih besar. Kepada mereka
dikatakan, “kalian tidak akan dilepaskan hingga kalian mengembalikan segala
yang telah kalian ambil dari khazanah (simpanan) sang raja!” mereka
akhirnya berangkat tanpa membawa bekal
apa pun... menempuh perjalanan yang menakutkan...
Perjalanan bahtera itu pun
akhirnya berakhir juga di kota tujuan paling akhir. Di tempat itulah sang raja
yang diagungkan tinggal dengan segala kekuasaanya. Pada saat bahtera itu tiba
di kota ini, segera diumumkan kepada seluruh penghuni kota: “kini telah tiba
suatu kaum yang dahulu pernah singgah di sebuah pulau tambang emas dan
permata...” Para penduduk kota berduyun-duyun menyambut mereka. Sang raja yang
diagungkan beserta para prajuritnya begitu pula. Dan saat sang raja melihat
mereka, ia bertitah: “perlihatkanlah barang bawaan kalian padaku !”
Maka dengan suka cita, para
penumpang yang telah berhasil mengumpulkan permata di pulau itu menunjukkan
bawaan mereka kepada sang raja. Raja senang. Ia memuji mereka seraya berkata:
“kalian adalah orang-orang khususku, ahli majelis dan kecintaanku. Kalain boleh
mendapatkan apa saja yang kalian inginkan dari kemurahanku.”
Sang raja kemudian mengangkat
mereka menjadi raja-raja seraya memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan.
Bila mereka meminta, mereka akan diberi. Saat mereka memberi syafaat, syafaat
mereka dikabulkan. Apa yang amereka inginkan semua ada di situ.
Kepada mereka disampaikan;
“ambillah apa yang kalian inginkan dan putuskanlah apa yang kalian kehendaki!”
Mereka pun segera mengambil istana-istana, rumah-rumah tinggi
dan mewah, bidadari-bidadari, taman-taman dan wilayah kekuasaan. Mereka juga
mengendarai berbagai kendaraan. Berjalan diiringi para budak dan pengawal yang
setia mengawal mereka.
Mereka menjadi penguasa yang
selalu mengunjungi, menemani dan memandang sang raja yang diagungkan. Bila
mereka meminta sesuatu, raja akan segera memberinya bahkan sebelum mereka
memintanya pun sang rajalah yang akan terlebih dahulu memberikan pada mereka.
Adapun kelompok penumpang kedua,
saat mereka ditanya:
“Dimanakah gerangan barang bawaan
kalian?” Mereka menjawab: “kami tidak mempunyai barang bawaan...”
“Celakalah kalian! Bukankah
kalian telah berada di tambang emas dan permata? Bukankah kalian dan mereka
yang telah menjadi kekasih sang raja yang diagungkan itu pernah berada dalam
tempat yang sama??”
“Iya, tentu saja. Namun kami
lebih memilih untuk berleha-leha dan tidur disana,” jawab mereka. “Kami
disibukkan untuk membangun rumah dan tempat tinggal,” jawab yang lain. “Sementara
kami disibukkan hanya untuk mengumpulkan bebatuan dan kerang,” ujar yang lain
lagi.
Maka dikatakanlah kepada mereka: “kalian
sungguh celaka! Tidakkah kalian mengetahui betapa singkatnya masa tinggal
kalian di pulau itu?? Dan betapa berharganya nilai permata yang ada disana?
Bukankah kalian mengetahui bahwa pulau itu bukanlah tempat tinggal kalian yang
sesungguhnya?? Bukankah kalian telah diberikan peringatan dan nasihat oleh para
pembawa nasihat?!”
“Tentu, demi ALLAH! Kami sungguh
mengetahuinya, tapi kami pura-pura bodoh. Kami telah dibangunkan, namun kami
pura-pura tidur. Kami mendengarkan namun kami pura-pura tuli dan tidak
mendengarkan,”jawab mereka.
Mereka hanya bisa menggigit jari
dengan penuh penyesalan. Menangisi kelalaian mereka dengan air mata yang
mengalir. Terdiam menyesal dan kebingungan. Berdiri menunggu apakah ada
diantara orang-orang yang telah menjadi raja itu akan memberi syafaat untuk
mereka dan menyampaikan masalah mereka kepada raja yang diagungkan!
Sedangkan kelompok yang ketiga,
mereka lebih galau lagi. Mereka telah merusak wilayah kekuasaan raja di pulau
itu. Mereka datang seraya memikul dosa-dosa di atas panggung mereka. Putus asa.
Diam membisu. Penuh kebingungan dan kelimpungan. Kaki mereka tergelincir. Penyesalan
meliputi hati mereka. Rasa sakit telah mereka rasakan. Mereka dipermalukan
dihadapan umat manusia.
Sang raja yang diagungkan murka
kepada mereka. Raja pun mengusir dan menjauhkan mereka dari istananya. Mereka sungguh-sungguh
yakin bahwa kini siksa dan adzablah yang menanti mereka.
--> PERMISALAN DI ATAS CUKUP BAGI KITA UNTUK MERENUNGI, APA SAJA YANG SUDAH KITA AMBIL DARI DUNIA INI! APAKAH UNTUK MENJADI BEKAL NANTI DI AKHIRAT? ATAUKAH UNTUK MENJADI SAMPAH NANTI DI AKHIRAT?
((PILIHLAH PERMISALAN PENUMPANG YANG PERTAMA))-ITU BAIK UNTUK KITA SEKARANG DAN NANTI
0 komentar:
Posting Komentar