Minggu, 06 November 2011

IBUNDA PARA ULAMA part 2

KRITERIA IBU YANG BAIK DALAM ISLAM

     Al-Ustadz Sa'ad Karim dalam bukunya, Nasha'ih lil Aba Qabla 'Uquqil Abna', mengatakan bahwa seorang ibu memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. Jika ia 'memainkan' peran tersebut dengan baik, kelak ia akan memetik buah manisnya dari sang anak berupa ketaatan, birrul walidain, dan kesuksesan. Namun jika ia menyia-nyiakan perannya, kelak ia hanya menuai kedurkahaan dan sikap kurang ajar.
     Peran paling mendasar yang dimainkan oleh seorang ibu di antaranya ialah menanamkan norma-norma luhur dan budi pekerti mulia dalam dirinya sendiri terlebih dahulu, karena orang yang tidak punya sesuatu tidak mungkin memberinya ke orang lain.
     Al-Qur'an telah menentukan karakter seorang ibu yang baik dan shalihah tadi dalam firman Allah SWT ; "Maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka." (QS. an-Nisa':34)
     Ini merupakan kriteria tambahan yang menjadi ciri wanita shalihah setelah ia menunaikan kewajibannya membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan mencurahkansegenap perhatiaany dalam mendidik si anak.
     Nabi SAW pernah memuji wanita Quraisy karena rasa kasih sayang mereka yang besar terhadap anak-anak. Beliau bersabda,"Sebaik-baik wanita Arab adalah wanita Quraisy, merekalah yang paling belas kasih terhadap anaknya dan paling perhatian terhadap urusan suaminya."
     Karena, seorang istri shalihah yang taat beragama lebih afdhal dari istri lainnya, serta lebih cocok untuk diajak membangun rumah tangga yang mapan, dan melahirkan keturunan yang shalihlagi berbakti pada orang tua.
     Utsman bin Affan ra. pernah berpesan kepada anak-anaknya, "wahai anak-anakku, sesungguhnya orang yang hendak menikah itu ibarat orang yang hendak menyemai benih. Maka hendaklah ia memperhatikan dimana ia akan menyemainya. Dan ingatlah bahwa (wanita yang berasal dari keturunan yang jelek jarang sekali melahirkan keturunan yang baik, maka pilih-pilihlah terlebih dahulu meskipun sejenak."

IBUNDA PARA ULAMA

IBUNDA PARA ULAMA adalah buku karangan SUFYAN BIN FUAD BASWEDAN , yang menurut ana pribadi adalah buku yang menarik karena sesuai dengan judulnya IBUNDA PARA ULAMA .. maka yang akan diceritakan didalamnya adalah biodata para ulama dan biodata 'madrasah pertama' mereka yaitu ibunda-ibunda mereka yang mendidik dengan Islami yang sesuai tuntunan ALLAH SWT. dan RASULULLAH SAW. 

TAPI.,, disini ana hanya ingin mengenalkan dibagian mana ana mulai tertarik dan menyukai buku ini.. MUKADDIMAH,, ya..... bagian mukaddimah yang membuat ana tertarik dan jatuh cinta dengan buku ini, SUBHANALLAH , hanya itu yang ana ungkapkan pertama kali setelah membacanya.

Maka itu, ana ingin membaginya kepada para pembaca, sekaligus ajang promosi ana agar kalian para pembaca juga jatuh cinta dengan buku ini.


MUKADDIMAH

Mencermati kehidupan kaum hawa memang penuh keunikan. Di satu sisi, jumlah mereka lebih banyak dari laki-laki, bahkan di beberapa negara seperti Cina, jumlah mereka sekian kali lipat dibanding laki-laki. Namun di sisi lain, kiprah mereka dalam sejarah seakan terabaikan dan terpinggirkan dari pena para sejarawan. Inilah kendala terbesar yang penulis hadapi selama penulisan buku ini. Terpaksa kami harus membuka kitab-kitab tarikh yang tebal lembar demi lembar, demi mendapatkan sepenggal cerita. Ini dikarenakan minimnya literatur yang membahas tentang peran wanita dalam 'mencetak lelaki sejati'. Padahal jika kita perhatikan, sungguh besar peran yang mereka mainkan 'di balik layar' dalam mengantarkan 'si kecil' menjadi alim besar, atau mujahid sejati.

PERAN IBU DALAM MENDIDIK ANAK

     Di balik pria yang agung, ada wanita agung di belakangnya. Demikian kata orang bijak tempo dulu. Jika ada lelaki yang menjadi ulama cendekia, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, lihatlah ibu mereka. Karena ibu memiliki peran besar dalam mebentuk watak, karakter, dan pengetahuan seseorang. Ibu adalah ustadzah pertama, sebelum si kecilberguru kepada ustadz besar manapun. Maka kecerdasan, keuletan, dan perangai sang ibu adalah faktor dominan bagi masa depan anak. Termasuk ibu susu. Karena Rasulullah SAW. melarang para orang tua menyusukan bayi mereka pada wanita yang lemah akan karena air susu dapat mewariskan sifat-sifat ibu pada si bayi. 
     Dalam kitab ar-Raudhul Unuf disebutkan bahwa persusuan itu seperti hubungan darah (nasab), ia dapat mempengaruhi watak seseorang. Kemudian penulisnya menyitir sebuah hadits dari Aisyah ra. secara marfu',"Janganlah kalian menyusukan bayi kalian kepada wanita bodoh, karena air susu akan mewariskan sifat sang ibu."
     Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Aktsam bin Shaifi ra. pernah berwasiat kepada kaumnya. Diantaranya is mengatakan, "Kuwasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dan menyambung tali silaturahmi. Dengan keduanya akar (keimanan) akan selalu tegak, dan cabangnya tak akan bengkok. Hati-hatilah kalian jangan sampai menikahi wanita yang dungu, karena hidup bersamanya adalah kenistaan."
     Memang demikianlah faktanya; wanita dungu hanya akan merepotkan suaminya, sulit dididik dan sukar diatur. Anaknya pun akan terlantar dan salah asuhan.
     Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab ra. mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
     "Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?" bentak Umar.
     "Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya?" tanya si anak.
     "Benar," jawab Umar. "Lantas, apakah hak anak terhadapa ayahnya tadi?" lanjut si anak.
     "Ada tiga," jawab Umar. "Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi puteranya. Kedua, hendaklah menamainya dengan nama yang baik. Ketiga, hendaklah ia mengajarinya menghafal Al-Qur'an."
     Maka si anak mengatakan, "Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku;ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga du dirham, lalu malamnya is gauli sehingga hamil mengandungku! Setelah aku lahir pun ayah menamiku Ju'al(kumbang yang bergumur di kotoran hewan), dan ia tak pernah mengajariku menghafal Al-Qur'an walau seayat!'
     "Pergi sana!Kaulah yang mendurkahainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang," bentak Umar kepada ayahnya.
     Begitulah ibu, memiliki peran begitu besar dalam menentukan masa depan si kecil. Ibu, dengan kasih sayangnya yang tulus merupakan tambatan hati bagi si kecil dalam menapaki masa depannya. Di sisinyalah si kecil mendapatkan kehangatan. Senyuman dan belaian tangan ibu akan mengobarkan semangatnya. Jari-jemari lembut yang senantiasa menengadah ke langit, teriring doa yang tulus dan deraian air mata bagibuah hati, adalah kunci kesuksesannya di hari esok. 
     Dalam Siyar-nya, adz-Dzahabi mengisahkan dari Muhammad bin Ahmad bin Fadhal al-Bakhi, ia mendengar ayahnya mengatakan bahwa kedua mata Imam al-Bukhari sempat buta semasa kanak-kanak. Namun pada suatu malam, ibunya bermimpi bahwa ia berjumpa dengan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim berkata kepadanya, "Hai ibu, sesungguhnya Allah telah berkenan mengembalikan penglihatan anakmu karena cucuran air mata dan banyaknya doa yang kau panjatkan kepada-Nya." Maka setelah kami periksa keesokan harinya, ternyata penglihatan al-Bukhari benar-benar telah kembali.